POINTER

Selasa, 09 Maret 2010

cerita mini


Batu Kecil

Seorang pekerja proyek bangunan memanjat ke
atas tembok yang sangat tinggi. Suatu ketika, ia

harus menyampaikan pesan penting kepada
rekan kerjanya yang ada di bawahnya. Pekerja itu
berteriak-teriak, tetapi karena suara bising dari
mesin bangunan dan hiruk pikuk orang-orang
yang bekerja, usahanya sia-sia saja.

Oleh karena itu, untuk menarik perhatian orang
yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan

uang logam di depan temannya. Temannya
berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja
kembali.

Si pekerja mencoba lagi. Ia melemparkan uang
receh untuk yang kedua kalinya. Tapi usahanya

yang kedua pun tak membuahkan hasil. Tiba-tiba
ia mendapat ide. Ia mengambil sebuah batu kecil
lalu dilemparkannya ke bawah. Batu itu tepat
mengenai kepala temannya. Karena merasa
sakit, temannya menengadah ke atas. Sekarang,

pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi
pesannya.

Allah kadang-kadang menggunakan cobaan-
cobaan ringan untuk membuat kita menengadah

kepadaNya. Seringkali Allah melimpahi kita
dengan rahmat, tetapi itu tak cukup untuk
membuat kita menengadah kepadaNya. Karena
itu, agar kita selalu ingat kepadaNya, Allah sering

menjatuhkan "batu kecil" kepada kita. Jika antum
merasa akhir-akhir ini sering menerima "hujan
batu", berarti antum harus menyadari, "Seberapa sering aku menengadah ke atas?"


Bunyi yang Punya Arti

Suatu hari, seorang dari desa mengunjungi temannya di kota. Bunyi
ribut mobil-mobil dan derap orang yang lalu-lalang sangat menganggu
orang desa itu.


Kedua orang itu kemudian berjalan-jalan dan tiba-tiba orang desa itu
berhenti, menepuk pundak temannya dan berbisik, "Berhentilah sebentar.
Apakah kamu mendengar suara yang kudengar?"

Teman kotanya itu menoleh ke arah orang desa itu sambil tersenyum, dan
kemudian berkata, "Yang saya dengar hanyalah suara klakson mobil
serta suara orang lalu-lalang. Apa yang kau dengar?"


"Ada seekor jangkrik di dekat sini dan saya bisa mendengar suara
nyanyiannya."

Teman dari kota itu mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu
menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Saya pikir kamu hanya

bergurau. Tidak ada jangkrik di sini. Dan seandainya ada, bagaimana
orang bisa mendengar suaranya di tengah kebisingan jalan ini? Jadi
kamu pikir kamu bisa mendengarkan suara seekor jangkrik?"

Kata orang desa itu, "Ya! Ada satu ekor yang bernyanyi di sekitar
sini sekarang."

Orang desa itu berjalan ke depan beberapa langkah, lalu berdiri di
samping tembok suatu rumah. Di situ ada tanaman yang tumbuh merambat.
Orang desa itu memetik beberapa daun, dan di atas daun itulah
terdapat seekor jangkrik yang bernyanyi keras sekali.

Teman dari kota itu kini bisa melihat jangkrik itu, dan dia pun mulai
bisa mendengar kan suara nyanyiannya. Ketika mereka kembali berjalan-

jalan, orang kota itu berkata kepada teman desanya, "Kamu secara
alami bisa mendengar lebih baik dari kami."

Orang desa itu tersenyum dan kemudian menggeleng-gelengkan
kepalanya
sambil berkata, "Saya tidak setuju dengan pendapatmu. Orang desa
tidak bisa mendengar lebih baik daripada orang kota. Sekarang lihat,
saya akan memperlihatkannya kepadamu!"

Lalu, orang desa itu mengambil uang logam dan menjatuhkannya di
trotoar.


Bunyi uang logam itu membuat banyak orang menoleh ke arahnya.
Kemudian orang desa itu memungut uang logam itu dan menyimpannya
kembali di kantungnya, dan kedua orang itu kembali berjalan-jalan.

Kata orang desa itu, "Tahukah kamu sobat, suara uang logam itu tidak
lebih keras daripada nyanyian jangkrik tadi. Meski demikian, banyak
orang kota mendengarnya dan menoleh ke arahnya. Di lain pihak, saya
adalah satu-satunya orang yang mendengar suara jangkrik itu.

Alasannya tentu bukan bahwa orang desa bisa mendengar lebih baik
daripada orang kota. Tidak. Alasannya adalah bahwa kita selalu
mendengar dengan lebih baik hal-hal yang biasanya kita perhatikan."

Seringkali ketika kita dalam masalah, kita berteriak memohon
pertolongan pada Tuhan, dan kita merasa Dia diam saja. Ketika membaca
cerita ini kita jadi sadar, sebabnya bukan karena Tuhan tidak
menjawab, tapi karena kita lebih fokus pada diri kita sendiri dan
permasalahannya daripada fokus pada Tuhan dan pertolonganNya.


Kita memasang telinga agar Tuhan menjawab sesuai dengan keinginan dan
cara kita dan menolak suara Tuhan yang mengatakan bahwa Dia
menyediakan jalan lain yang lebih baik!

Author: Unknown




Perumpaan Air Mendidih

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan
mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana
menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang.
Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru. Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya
di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel
di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di
panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak
membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang
sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.

Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan
meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk
lainnya. Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?"
"Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak.
Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu.
Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak.
Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya.

Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.
Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika
mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya,
"Apa arti semua ini, Ayah?"
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang
sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah
direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah.
Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah
direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik.
Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.
"Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya.
"Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya?
Apakah kamu wortel, telur atau kopi?" Bagaimana dengan kamu?

Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras,
tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah,
menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut?
Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian
atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah
kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas,
sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai
rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat
Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.

Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan
menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

So wich one are you?
I hope all of you not like carrot or egg.
I'll be to choise life like coffee too.....
and I'll never give up to get my Victory.... ^_^
let's make batter our life.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar